Undang Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik
Undang
Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) merupakan undang-undang
yang di berlakukan untuk setiap orang (tanpa memandang suku, ras, dan sosial
ekonomi) yang bertujuan untuk menghormati hak-hak cipta milik orang lain,
terutama bagi para pelaku dunia maya yang menggunakan jasa internet dalam
kehidupan sehari-hari.
Selain itu,
untuk seseorang yang telah melakukan perbuatan hukum baik yang berada di
wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, memiliki akibat
hukum baik di wilayah Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia serta
merugikan kepentingan Indonesia.
Dengan
diundangkannya Undang-Undang ITE ini, sebagai bukti bahwa pemerintah Indonesia
serius untuk melindungi segala kegiatan dan usaha yang berkaitan dengan
informasi dan transaksi elektronik.
Dengan
demikian, semestinya siapapun memiliki tanggung jawab yang sama untuk
senantiasa berhati-hati. Hal ini dilakukan agar kegiatan, penyebaran informasi,
dan proses transaksi elektronik yang melawan hukum Indonesia seperti tercantum
dalam Undang-Undang ITE dapat diantisipasi sehingga tidak merugikan pribadi dan
kepentingan Indonesia secara lebih luas. Diharapkan mereka yang terbiasa dengan
dunia internet dapat memperhatikan dengan sekasama isi dari undang-undang ini,
dan mampu menjalankankannya agar kelak tidak terjadi kesalahan ataupun
bersinggungan dengan hukum di kemudian hari.
Secara
Formal
Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang
melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang
berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang
memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum
Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Undang-undang ini pada dasarnya membahas tentang Informasi & Transaksi di Dunia Maya yang diterbitkan pada 25 Maret 2008 dengan cakupan meliputi globalisasi, perkembangan teknologi informasi, dan keinginan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Undang-Undang ini marupakan undang-undang yang dinilai mempunyai sisi positif dan negatif.
Sisi Positif UU ITE
Berdasarkan dari pengamatan para pakar hukum dan politik UU ITE mempunyai sisi positif bagi Indonesia. Misalnya memberikan peluang bagi bisnis baru bagi para wiraswastawan di Indonesia karena penyelenggaraan sistem elektronik diwajibkan berbadan hukum dan berdomisili di Indonesia. Otomatis jika dilihat dari segi ekonomi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain pajak yang dapat menambah penghasilan negara juga menyerap tenaga kerja dan meninggkatkan penghasilan penduduk.
UU itu juga dapat mengantisipasi kemungkinan penyalahgunaan internet yang merugikan, memberikan perlindungan hukum terhadap transaksi dan sistem elektronik serta memberikan perlindungan hukum terhadap kegiatan ekonomi misalnya transaksi dagang. Penyalahgunaan internet kerap kali terjadi seperti pembobolan situs-situs tertentu milik pemerintah. Kegiatan ekonomi lewat transaksi elektronik seperti bisnis lewat internet juga dapat meminimalisir adanya penyalahgunaan dan penipuan.
UU itu juga memungkinkan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang di luar Indonesia dapat diadili. Selain itu, UU ITE juga membuka peluang kepada pemerintah untuk mengadakan program pemberdayaan internet. Masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang kurang tersentuh adanya internet. Undang-undang ini juga memberikan solusi untuk meminimalisir penyalahgunaan internet.
Sisi Negatif UU ITE
Selain memiliki sisi positif UU ITE ternyata juga terdapat sisi negatifnya. Contoh kasus Prita Mulyasari yang berurusan dengan Rumah Sakit Omni Internasional juga sempat dijerat dengan undang-undang ini. Prita dituduh mencemarkan nama baik lewat internet. Padahal dalam undang-undang konsumen dijelaskan bahwa hak dari konsumen untuk menyampaikan keluh kesah mengenai pelayanan publik. Dalam hal ini seolah-olah terjadi tumpang tindih antara UU ITE dengan UU Konsumen. UU ITE juga dianggap banyak oleh pihak bahwa undang-undang tersebut membatasi hak kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat, dan menghambat kreativitas dalam berinternet. Padahal sudah jelas bahwa negara menjamin kebebasan setiap warga negara untuk mengeluarkan pendapat.
Kontroversi
Yang disebabkan beberapa kelemahan pada UU ITE
- UU ini dianggap dapat membatasi hak kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat dan bisa menghambar kreativitas dalam ber-Internet, terutama pada pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (2), dan Pasal 31 ayat (3). Pasal-pasal tersebut pada dianggap umumnya memuat aturan-aturan warisan pasal karet (haatzai artikelen), karena bersifat lentur, subjektif, dan sangat tergantung interpretasi pengguna UU ITE ini. Ancaman pidana untuk ketiganya pun tidak main-main yaitu penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak 1 milyar rupiah. Tambahan lagi, dalam konteks pidana, ketiga delik ini berkategori delik formil, jadi tidak perlu dibuktikan akan adanya akibat dianggap sudah sempurna perbuatan pidananya. Ketentuan delik formil ini, di masa lalu sering digunakan untuk menjerat pernyataan-pernyataan yang bersifat kritik. Pasal-pasal masih dipermasalahkan oleh sebagian bloger Indonesia.
- Belum ada pembahasan detail tentang spamming. Dalam pasal 16 UU ITE mensyaratkan penggunaan ’sistem elektronik’ yang aman dengan sempurna, namun standar spesifikasi yang bagaimana yang digunakan? Apakah mengoperasikan web server yang memiliki celah keamanan nantinya akan melanggar undang-undang?
- Masih terbuka munculnya moral hazard memanfaatkan kelemahan pengawasan akibat euforia demokrasi dan otonomi daerah, seperti yang kadang terjadi pada pelaksanaan K3 dan AMDAL.
- Masih sarat dengan muatan standar yang tidak jelas, misalnya standar kesusilaan, definisi perjudian, interpretasi suatu penghinaan. Siapa yang berhak menilai standarnya? Ini sejalan dengan kontroversi besar pada pembahasan undang-undang anti pornografi.
- Ada masalah yurisdiksi hukum yang belum sempurna. Ada suatu pengaandaian dimana seorang WNI membuat suatu software kusus pornografi di luar negeri akan dapat bebas dari tuntutan hukum.
UU ITE di Nilai Mengandung Pasal Karet
Pasal-pasal yang dinilai mengandung pasal karet adalah Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik. “Pasal-pasal itu malah menciptakan ketidakpastian hukum.” Pasal tersebut mengatur sanksi hingga enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar untuk dugaan penghinaan dan pencemaran nama baik. Hukuman itu jauh lebih berat dibandingkan dengan tindak pidana yang sama namun diatur dalam Pasal 30 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal ini bias, karena seperti kita ketahui bahwa dunia maya merupakan wilayah publik sehingga setiap orang berhak menyebarkan informasi.
SUMBER : http://mildsend.wordpress.com/2013/05/07/undang-undang-informasi-dan-transaksi-elektronik/